Ingin Punya Anak? Perbanyak Hubungan
Selasa, 15 November 2016
Ingin Punya Anak? Perbanyak Hubungan - Pasangan yang ingin memiliki anak harus lebih sering berhubungan intim, bukan hanya selama periode subur perempuan tapi juga di luar masa subur. Mengapa? Hubungan intim yang lebih sering membuat sistem imun perempuan lebih mentoleransi sperma.
“Sudah sejak lama kami menyarankan pasangan yang ingin punya anak untuk memperbanyak hubungan intim di luar periode subur. Mengapa hal itu bermanfaat, kami tidak mengetahuinya,” kata Tierney Lopez dari Indiana University di Bloomington. “Penelitian kami menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa aktivitas seksual juga memengaruhi sistem imun yang mendukung pembuahan.”
Sistem pertahanan dalam tubuh perempuan menanggapi sperma pertama kali sebagai benda asing yang harus dilawan. Sel-sel imun akan memperlakukannya demikian. Namun dengan kontak seksual yang lebih sering, perilaku tersebut berubah. Bahkan sistem imun kemudian cenderung akan mendukung sperma.
Perubahan antibodi
Hal ini terjadi antara lain karena perubahan komposisi pada sel-sel T penolong (T-helper cells). Strain sel imun tersebut berperan mengendalikan respon imun dengan mengaktifkan sel-sel imun lain. Jenis sel T penolong yang berbeda memiliki respon yang berbeda. Sel penolong tipe 1 tidak membedakan semua jenis benda asing, termasuk terhadap sperma dan bahkan embrio, yang memiliki susunan genetik berbeda dengan ibu. Sel penolong tipe 2 mendukung implantasi ovum yang telah terbuahi dan melindungi embrio. Para istri yang lebih sering berhubungan dengan suami mereka memiliki sel T penolong tipe 1 lebih sedikit dan tipe 2 lebih banyak, yang mendukung peluang memiliki anak.
Antibodi mereka mengalami perubahan dengan semakin seringnya berhubungan. Immunoglubulin G mereka lebih banyak dibandingkan immunoglobulin A di darah, cairan vagina dan uterus. Hal ini mendukung kesuksesan sperma untuk menjangkau sel telur.
Dalam studi mereka, para ilmuwan telah mempelajari sistem imun 30 perempuan yang aktif secara seksual dan yang tidak. Mereka lalu mengidentifikasi tipe sel T yang berbeda dan jumlah antibodi di dalam darah dan cairan vagina dan uterus para peserta.
Perubahan sebelum ovulasi
Menariknya, perubahan imunologi pada perempuan yang aktif seksual hanya terjadi beberapa hari sebelum ovulasi. Hal ini bermanfaat karena sel T penolong tipe 1 berguna untuk pertahanan tubuh. Pada perempuan yang tidak aktif seksual, perubahan yang siklis ini tidak terjadi.
“Tubuh perempuan menghadapi dilema yang pelik: untuk melindungi diri, ia membangun pertahanan terhadap infiltrasi benda asing. Namun bila pertahanan itu diberlakukan terhadap sperma dan embrio, kehamilan menjadi tidak mungkin, ” pemimpin penelitian Lopez menjelaskan. Adaptasi temporer sistem imun adalah solusinya.
Sistem pertahanan tubuh ternyata tidak baku seperti yang selama ini dipahami. Ia tidak bereaksi dengan pola yang sama, tetapi beradaptasi terhadap kondisi eksternal, sehingga membuatnya menjadi mekanisme pertahanan yang jitu.
———————————-
Sumber:
Tierney K. Lorenz et al .: “Sexual activity modulates shifts in TH 1/TH 2 cytokine profile across the menstrual cycle: at observational study: Fertility and Sterility”; 16 September 2015; doi: 10.1016 / j.fertnstert.2015.09.001
Tierney K. Lorenz et al .: “Interaction of menstrual cycle phase and sexual activity predicts mucosal and systemic humoral immunity in healthy women”; Physiology & Behavior; doi: 10.1016 / j.physbeh.2015.09.018
Sistem pertahanan dalam tubuh perempuan menanggapi sperma pertama kali sebagai benda asing yang harus dilawan. Sel-sel imun akan memperlakukannya demikian. Namun dengan kontak seksual yang lebih sering, perilaku tersebut berubah. Bahkan sistem imun kemudian cenderung akan mendukung sperma.
Perubahan antibodi
Hal ini terjadi antara lain karena perubahan komposisi pada sel-sel T penolong (T-helper cells). Strain sel imun tersebut berperan mengendalikan respon imun dengan mengaktifkan sel-sel imun lain. Jenis sel T penolong yang berbeda memiliki respon yang berbeda. Sel penolong tipe 1 tidak membedakan semua jenis benda asing, termasuk terhadap sperma dan bahkan embrio, yang memiliki susunan genetik berbeda dengan ibu. Sel penolong tipe 2 mendukung implantasi ovum yang telah terbuahi dan melindungi embrio. Para istri yang lebih sering berhubungan dengan suami mereka memiliki sel T penolong tipe 1 lebih sedikit dan tipe 2 lebih banyak, yang mendukung peluang memiliki anak.
Antibodi mereka mengalami perubahan dengan semakin seringnya berhubungan. Immunoglubulin G mereka lebih banyak dibandingkan immunoglobulin A di darah, cairan vagina dan uterus. Hal ini mendukung kesuksesan sperma untuk menjangkau sel telur.
Dalam studi mereka, para ilmuwan telah mempelajari sistem imun 30 perempuan yang aktif secara seksual dan yang tidak. Mereka lalu mengidentifikasi tipe sel T yang berbeda dan jumlah antibodi di dalam darah dan cairan vagina dan uterus para peserta.
Perubahan sebelum ovulasi
Menariknya, perubahan imunologi pada perempuan yang aktif seksual hanya terjadi beberapa hari sebelum ovulasi. Hal ini bermanfaat karena sel T penolong tipe 1 berguna untuk pertahanan tubuh. Pada perempuan yang tidak aktif seksual, perubahan yang siklis ini tidak terjadi.
“Tubuh perempuan menghadapi dilema yang pelik: untuk melindungi diri, ia membangun pertahanan terhadap infiltrasi benda asing. Namun bila pertahanan itu diberlakukan terhadap sperma dan embrio, kehamilan menjadi tidak mungkin, ” pemimpin penelitian Lopez menjelaskan. Adaptasi temporer sistem imun adalah solusinya.
Sistem pertahanan tubuh ternyata tidak baku seperti yang selama ini dipahami. Ia tidak bereaksi dengan pola yang sama, tetapi beradaptasi terhadap kondisi eksternal, sehingga membuatnya menjadi mekanisme pertahanan yang jitu.
———————————-
Sumber:
Tierney K. Lorenz et al .: “Sexual activity modulates shifts in TH 1/TH 2 cytokine profile across the menstrual cycle: at observational study: Fertility and Sterility”; 16 September 2015; doi: 10.1016 / j.fertnstert.2015.09.001
Tierney K. Lorenz et al .: “Interaction of menstrual cycle phase and sexual activity predicts mucosal and systemic humoral immunity in healthy women”; Physiology & Behavior; doi: 10.1016 / j.physbeh.2015.09.018